FUAD IAIN PAREPARE - Prodi Bimbingan Konseling Islam melaksanakan Webinar “Pribadi Sehat Mental Menghadapi Covid-19” via Google Meet...
FUAD IAIN PAREPARE- Prodi Bimbingan Konseling Islam
melaksanakan Webinar “Pribadi Sehat Mental Menghadapi Covid-19” via Google Meet, Rabu (1/4).
Webinar ini membahas self talk positive, divusi
inovasi terhadap social distancing dan
menjadi pribadi resiliense. Peserta
webinar mencapai 47 orang, yang terdiri dari dosen dan mahasiswa IAIN Parepare,
serta diikuti oleh mahasiswa Prodi BKI IAIN Samarinda.
Tiga pemateri dari dosen Bimbingan Konseling Islam, diantaranya Adnan A.
Saleh, M.Si membahas divusi inovasi terhadap social distancing, Emilia Mustary, M.Psi.Psikolog membahas selftalk positive dan Nurafiah, M.A memaparkan
tentang pribadi resiliense. Host atau
moderator webinar ini Haramain, M.Sos.I
yang juga Kaprodi BKI IAIN Parepare.
“Tentunya tanggungjawab Prodi BKI yang secara disiplin kelimuan
bertanggungjawab menjelaskan kepada masyarakat segala aspek psikologi,
khususnya dalam kajian konseling Islam, mengenai ketahanan diri, regulasi diri
hingga teknik menjaga kesehatan mental akibat tekanan informasi dan penyebaran
virus,” ujar Muhammad Haramain, M.Sos.I.
Emilia Mustary, M.Psi.Psikolog menjelaskan kondisi setelah pekan ketiga work from home atau bekerja dari rumah
sesuai dengan kebijakan pemerintah. “Perkuliahan online di masa pekan ketiga mendukung pemerintah, ada yang mulai
bosan, ternyata kuliah online tidak
semudah dibayangkan, serta banyak hal dipersiapkan selama kuliah online. Beberapa dampak pandemik
covid-19 mempengaruhi kesehatan kita, berdasarkan informasi yang masuk pada
himpunan psikologi Indonesia, masyarakat mengalami kecemasan ringan hingga
berat, biasanya jarang di rumah, biasanya kerja lapangan harus tinggal di rumah,”
tuturnya.
“Self talk atau berbicara dengan
diri sendiri, berupa dialog internal yang
menginterpretasi perilaku individu, apa
yang kita pikirkan menentukan perilaku kita.
Pilihan self talk menentukan
perilaku, entah itu disebutkan atau cukup bicara dalam hati. Self talk merupakan komponen bawah sadar kita. Self talk yang familiar, positif dan
negatif. Self talk positif mempengaruhi kita, mengarahkan, memotivasi, mempengaruhi pikiran
dan perasaan, misalnya optimis menerapkan imbauan menjaga kebersihan akan
terhindar dari virus. Self talk negatif membuat kita menjadi cemas hingga
depresi yang dapat menurunkan daya imun. Misalnya flu sedikit merasa kena
Covid, cemas anakku nanti bagaimana kalau saya kena covid, ketakutan dan
sebagainya. Tidak selamanya self talk negatif
itu buruk, ini menjadi alert alarm
untuk tetap waspada, ” jelasnya.
Emilia Mustary menyarankan agar menulis self
talk posiif dan negatif dan mengelola
self talk tersebut dari pengalaman yang pernah dialami.
Adnan A. Saleh menyampaikan proses divusi inovasi yang terjadi setelah
munculnya pandemik virus corona. Hadirnya
divusi atau perubahan sosial di masyarakat disebabkan beberapa hal, diantaranya
wacana tidak konsisten yang beredar di masyarakat misalnya, awal mulanya
disebut social distancing menjadi physical distancing, disintefektan untuk
tubuh tapi, disinfektan ternyata untuk benda mati, adanya missinformasi dari
pemerintah, masih banyak informasi yang berbeda dengan jajaran di bawahnya, dan susah mengambil keputusan.
“Gagasan baru harus dibiasakan seperti menjaga jarak, kemungkinan dicoba
dengan melihat potensial di tempat lain, misalnya Malaysia, Singapura dan Ceko.
Kalau tidak salah Indonesia hari ini, angka kematian 9.3 mengalahkan jumlah
Italia 9.2, sedangkan di Singapura hanya 2, ini syarat ditawarkan teori ini
agar masing-masing dapat beradaptasi,” ujarnya.
Beberapa solusi dari perubahan ini dengan menerapkan social distancing, ada keuntungan relatif dengan terhindar penularan
Virus. Perlu kesesuaian, nilai kekerabatan masyarakat Bugis yang sangat senang berkumpul harus
menyesukain diri menjaga jarak. Adanya kerumitan makanya butuh dibiasakan. Telah dicoba di berbagai negara dan
hasilnya dapat dilihat di Singapura dengan rendahnya angka kematian.
Adnan juga memaparkan, Anda termasuk kategori apa dalam fenomena sosial ini.
Inovator (2.5%) Berani ambil risiko terhadap inovasi, mampu mengatasi ketidakpastian
informasi, mampu mengatur
keuangan, pengetahuan, dan teknik yang kompleks. Early Adaptor (13.5%) Opinion
leader dan role model dalam
sistem sosial, dihargai dan
disegani oleh masyarakat / orang lain. Early Majority (34%), Sering berinteraksi tapi jarang mendapatkan posisi sebagai opinion leader, berhati-hati sebelum mengadopsi inovasi
baru. Late Majority (34%), Skeptis
/ sangat berhati-hati, terdesak
ekonomi, mendapatkan tekanan
dari lingkungan. Laggard (16%) Berorientasi masa lalu, curiga
terhadap inovasi, masa pengambilan
keputusan lama, tidak
berpengaruh di masyarakat.
Pemateri ketiga, Nurafiah, M.A menjelaskan resiliensi sebagai upaya mempersiapkan
pribadi yang memiliki daya tahan terhadap informasi yang bisa mengganggu
psikologis. Resiliensi membantu individu beradaptasi dengan masalah yang
diibaratkan dengan sistem imun tubuh.
Modal psikologis, regulasi emosi tetap tenang, kontrol impuls, komponen
terkait regulasi emosi, impuls asalnya dari lingkungan. Segala sesuatu dapat kita
cegah dengan minimalisir hal-hal bisa menyebabkan kepanikan, empati, optimis
hidup bersih bahwa semua ini akan berakhir, analisis kausal penyebab dan
menganalisa kesimpulan, efikasi diri sehingga mampu mengatasi masalah dengan
baik, reaching out keberhasilan akan
dicapai.
Maulina Lukmatul Sha’dhah peserta webinar
dari IAIN Samarinda memaparkan kecemasannya setelah wilayah tempat
tinggalnya ditutup sementara. Ia mengatakan dengan nada bergetar jika masih
banyak rekan-rekannya yang berada di Samarinda, ia mengkhawatirkan rekannya
yang kini tidak bisa mudik ke rumah orang tuanya. Meskipun, saat ini ia sudah berada
di Balikpapan, Ia juga menjelaskan bahwa hanya ada waktu-waktu tertentu
masyarakat bisa keluar rumah sehingga hal ini menimbulkan kecemasan dalam
dirinya.
Bukan hanya prodi BKI, IAIN
Parepare juga telah membantuk Satgas pencegahan Covid-19. Ketua Satgas pencegahan
Covid-19 IAIN Parepare Dr. H. Muhammad Saleh mengatakan terbentuknya satgas
pencegahan virus corna ini berperan mengedukasi masyarakat, dipahami masyarakat
banyak yang tidak mendapat informasi secara jelas, bisa jadi kalangan bawah
tidak memanfaatkan media sosial, ada kecemasan
yang muncul tidak ada nutrisi informasi. Kita semua di rumah, orang yang
cemas di sekeliling kita siapa mau peduli, boleh jadi masyarakat menengah
ke bawah tidak mengkonsumsi media sosial, adanya kebijakan dilarang berkumpul,
namun informasi tidak diberikan,” ujar Dr. Muhammad Saleh yang juga Wakil
Rektor III IAIN Parepare.
Di akhir, Kaprodi BKI menjelaskan tujuan dari webinar salah satunya untuk memberikan informasi kepada masyarakat pentingnya menjaga kesehatan mental menghadapi wabah covid-19. (mif)
Tidak ada komentar