Page Nav

HIDE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Opini: Covid-19: Pertarungan Infeksi Virus dan Citra Pemerintah

Penulis: Sulvinajayanti, S.Kom, M.I.Kom (Kaprodi Sosiologi Agama IAIN Parepare) "Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan...


Penulis: Sulvinajayanti, S.Kom, M.I.Kom (Kaprodi Sosiologi Agama IAIN Parepare)

"Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat." Abraham Lincoln


Masyarakat tidak boleh pesimis dengan kegagalan pemerintah di awal dengan menangani pandemi Covid-19. Belajar dari kegagagalan itulah maka niscaya negara kita akan sukses melumpuhkan pandemi Covid-19.


Indonesia saat ini telah masuk dalam fase paling kritis. Bukan karena pertumbuhan ekonomi yang tidak “meroket”. Bukan pula karena penduduk miskin bertambah. Pun bukan pula bertambahnya hutang luar negeri Indonesia. Situasi kritis yang dialami Indonesia lantaran harus berjibaku melawan penyebaran virus corona jenis baru atau dikenal dengan sebutan novel coronavirus. Secara resmi virus ini oleh World Health Organization (WHO) disebut sebagai Covid-19 yang berarti “Covid” singkatan dari Corona Virus Disease, sedangkan angka “19” menunjukkan tahun munculnya virus tersebut.

Covid-19 telah terdeteksi sejak November 2019 di Kota Wuhan, RRT. Dengan cepat virus menyebar. Menginfeksi puluhan, lalu ratusan, ribuan, hingga ratusan ribu orang. Virus menyebar melewati sekat-sekat geografis. Tidak hanya rakyat Tiongkok yang diinfeksi Covid-19, Covid-19 menyebar dan menginfeksi masyarakat di belahan dunia lainnya. Berdasarkan data dari laman Johns Hopkins University hingga 4 April 2020 Covid-19 telah menginfeksi 1.100.283 orang di seluruh dunia (coronavirus.jhu.edu/map.html).

Banyak pemerintahan negara di dunia mengeluarkan kebijakan penanganan dari yang paling ekstrim seperti lockdown total hingga paling lunak. Pendekatan ekstrim seperti lockdown total dilakukan untuk mencegah masyarakat berkumpul dan berkerumun di tempat-tempat publik sehingga penularan menjadi lebih berisiko. Negara-negara seperti India dan Malaysia merupakan contoh yang menerapkan kebijakan ini. Ada pula yang merapkan pendekatan yang lebih lunak, seperti melakukan rapid test kepada seluruh penduduk. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendeteksi dan menguji seluruh penduduk yang berisiko terpapar Covid-19 sehingga mudah untuk diobati dengan segera. Korea Selatan adalah negara yang mengambil kebijakan ini.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Faktanya Indonesia termasuk salah satu negara yang masih harus berjibaku dengan segala kekuatan untuk bertanding cepat dengan Covid-19. Virus ini melaju dengan cepat. Menginfeksi siapa saja yang melakukan kontak dengan orang yang suspect. Ibarat jaringan sosial, infeksi orang pertama akan menyebabkan orang-orang lain terinfeksi selama mereka melakukan kontak langsung seperti bersamalaman. Pola penularan virus ini tergolong unik. Virus masuk melalui mata, hidung, telinga, dan mulut.

Kian hari, kasus Covid-19 semakin masif. Data sebaran Covid-19 per 4 April 2020 pukul 13.00 WIB bersumber Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tercatat 1.986 kasus positif inveksi Covid-19 dengan 181 pasien meninggal dunia serta 134 pasien berhasil disembuhkan (covid19.go.id).

Penyebaran Covid-19 di Wilayah Indonesia dengan kasus transmisi lokal yakni DKI Jakarta, Banten (Kab. Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan), Jawa Barat (Kota Bandung, Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Bogor, Kota Bogor, dan Kab. Karawang),  Jawa Tengah (Kota Surakarta), dan Jawa Timur (Kab. Kediri, Kota Kediri, Kab. Malang, Kab. Magetan, Kab. Sidoarjo dan Kota Surabaya), Kalimantan Barat (Kota Pontianak), Kalimantan Timur (Kota Balikpapan), dan Sulawesi Selatan (Kota Makassar).
Langkah Pemerintah

Pemerintah sedang bertarung melawan infeksi virus yang kian hari semakin meresahkan masyarakat. Tren kasus tiap hari kian meningkat. Infeksi virus Corona juga melanda semua kalangan mulai dari rakyat biasa, pengusaha, kalangan tenaga medis, dosen, pegawai negeri, kalangan selebriti, pejabat daerah, hingga menteri. Beberapa berhasil sembuh. Namun kebanyakan masih harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit rujukan pemerintah untuk penanganan Covid-19.

Dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini, peran pemerintah sangatlah penting. Pemerintah dituntut untuk mampu menangani penyebaran virus ini, sambil mengelola perekonomian negara. Menghadapi situasi ini memang tidaklah mudah. Langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah patut diapresiasi, melihat pemerintah begitu serius dalam menangani kasus Covid-19 ini.

Sejak kasus Covid-19 pertama terdeteksi di Indonesia, 02 Maret 2020, pemerintah mengambil langkah cepat. Berbagai kebijakan kemudian diramu dan dikeluarkan dengan tujuan untuk mempercepat penanggulangan infeksi Covid-19 dan menghindarkan masyarakat dari risiko tertular. Langkah-langkah pemerintah yang tercatat adalah pertama, diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tuhas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Keputusan presiden ini menjadi payung hukum untuk penanganan Covid-19 di Indonesia agar lebih sistematis, terarah, cepat, dan terkoordinir.

Kedua, menyiapkan protokol komunikasi krisis. Pemerintah menunjuk satu orang juru bicara pemerintah untuk menyampaikan informasi kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari. Perkembangan kasus selalu di-update setiap saat. Selain menujuk juru bicara resmi, pemerintah juga menyiapkan laman khusus pemantauan Covid-19, yaitu, www.covid19.go.id dan hotline telepon 119 untuk pengaduan dan pelayanan informasi Covid-19.

Ketiga, pemerintah menetapkan 132 daftar rumah sakit rujukan berdasarkan untuk penanganan pasien suspect Covid-19 yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Ke-empat, pemerintah mengeluarkan himbauan kepada publik untuk meningkatkan kewaspadaan diri secara bersama agar penanganan Covid-19 mudah dilakukan. Kelima, pemerintah melakukan pembatasan aktivitas masyarakat mulai dari skala kecil hingga diwacanakan untuk pembatasan dalam skala yang besar. Ke-enam, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk work from home dan study from home. Kebijakan bekerja dari rumah dan belajar dari rumah ini sebagai upaya pencegahan risiko yang lebih besar.

Hal-hal tersebut merupakan bukti dari tanggung jawab pemerintah untuk menyiapkan kapasitas yang lebih besar jika jumlah kasus yang menyebabkan penyakit menular yang muncul, terutama COVID-19, semakin meningkat jumlahnya. Dalam kondisi saat ini kita bisa melihat bahwa pemerintah ingin agar masyarakat melihat keseriusan dalam penanganan covid-19 ini.
Pertarungan Citra Pemerintah

Tidak dapat dipungkiri, strategi dan kebijakan penanganan Covid-19 ini juga menjadi lahan pertarungan citra pemerintah baik di mata rakyatnya maupun di mata dunia internasional. Terlebih sejak awal banyak negara yang meragukan kemampuan pemerintah Indonesia menangani virus Corona ini. Oleh karenanya, langkah-langkah pemerintah yang telah disebutkan tadi bukan hanya dilihat sebagai menunaikan kewajiban dan tanggung jawab semata, melainkan juga pertaruhan citra positif pemerintah di mata publik.

Citra (image) merupakan gambaran yang ada dalam benak masyarakat tentang pemerintah. Citra merupakan persepsi masyarakat tentang pemerintah menyangkut pelayanan, perilaku dan perhatiannya terhadap kondisi masyarakatnya. Dari persepsi itulah yang akan memengaruhi sikap masyarakat apakah mendukung, netral atau memusuhi pemerintah.

Citra positif mengandung arti kredibilitas pemerintah di mata masyarakat adalah baik (credible). Kredibilitas mencakup dua hal, yakni, kemampuan (expertise) dan kepercayaan (trustworthy). Kemampuan (expertise) menyangkut dengan persepsi masyarakat bahwa pemerintah mampu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan kepercayaan (trustworthy) menyangkut dengan persepsi masyarakat bahwa pemerintah dapat dipercaya untuk tetap komitmen dalam menjaga kepentingan bersama masyarakat.

Kasus pandemi ini masih terus berkembang. Pemerintah harus terus memikirkan cara efektif dan efisien sambil memikirkan momentum agar tidak kalah cepat dengan penyebaran virus. Meskipun ada kekeliruan komunikasi di awal, agaknya saat ini masih belum terlambat memperbaiki itu semua. Kuncinya pemerintah harus transparan kepada publik agar publik dapat memahami kondisi sebenarnya. Dalam situasi krisis ketertutupan informasi justru membuat kepercayaan publik tergerus ke titik nadir. Jika situasinya seperti ini maka pemerintah memiliki pekerjaan tambahan, yakni, memperbaiki citra yang kadung buruk di mata rakyatnya sendiri.

Citra pemerintah kita saat ini bisa dikatakan terlihat negatif oleh sebagian masyarakat. Pemerintah dianggap kurang tanggap dan sigap dalam menangani kasus pandemi ini. Seperti yang kita lihat masih banyak masyarakat yang keluar rumah meskipun tanpa keperluan penting, masih banyak perusahaan yang tetap mempekerjakan pegawainya di kantor, masih sangat terbatasnya alat kebutuhan kesehatan seperti Alat Pelindung Diri (APD) dan masker untuk tenaga medis.

Untuk mengelola citra agar tetap baik di mata publik, hemat penulis ada tujuh langkah yang perlu dilakukan pemerintah sesuai dengan Circle Public Relation, yaitu, pertama, Tahap Analisis Situasi dan Komunikasi. Pada tahap ini pemerintah mengadakan suatu analisis atau mengidentifikasi, baik situasi maupun kondisi, kemampuan dan keuangan pemerintah. Satuan gugus tugas pemerintah untuk penanganan Covid-19 perlu melakukan riset secara berkelanjutan untuk tahu penyebab masalah, data orang terinfeksi, pola penyebaran infeksi, respon publik, perilaku khalayak, dan lain sebagainya.

Data-data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis sehingga tahu apa informasi yang layak diberikan ke publik dan mana informasi yang hanya meningkatkan kecemasan publik. Riset harus dilakukan terus menerus selama situasi krisis berlangsung. Seberapa besar kemampuan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19 ini seperti jumlah rumah sakit dan tenaga medis yang menjadi garda terdepan, serta situasi keuangan negara dalam menyokong penanganan Covid-19.

Kedua, Penetapan Tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan yang hendak dicapai dan mengacu kepada kepentingan bersama masyarakat dalam hal ini tujuan utamanya adalah menangani wabah Covid-19 agar tidak semakin menyebar, memaksimalkan alat kebutuhan kesehatan rumah sakit, kebutuhan bahan pokok masyarakat tetap tersuplai secara merata  dan tujuan sentral membangun “citra” pemerintah di mata masyarakat. Terdapat dua jenis tujuan, yaitu, (1) informasional bermakna memperluas pengertian dan menginformasikan publik dan (2) motivasional bermakna berusaha memengaruhi masyarakat untuk meningkatkan rasa empati dan melakukan sesuatu seperti memberi donasi kepada masyarakat yang kurang mampu dan tidak berpenghasilan selama wabah Covid-19.

Pemerintah diharapkan menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya Covid-19, mengimbau untuk tetap di rumah dan menjaga kesehatan, dan mengedukasi masyarakat tentang apa sih Covid-19 itu? seperti yang kita lihat masih banyak warga yang berkeliaran dan yang paling menyedihkan adalah kurangnya rasa empati masyarakat. Penolakan terhadap tenaga medis, baik dokter maupun perawat, setelah Covid-19 mewabah terus terjadi di lingkungan domisili. Warga melempari tenaga medis dengan batu saat sedang membawa jenazah pasien Covid-19 di sebuah pemakaman. Aksi itu merupakan penolakan warga pada penguburan pasien Covid-19 (liputan6.com). Beberapa tenaga medis mendapat stigma negatif dari warga. Dengan alasan khawatir sebagai pembawa (carrier) virus Corona atau Covid-19, para tenaga medis ini kesulitan untuk mendapatkan sewa tempat tinggal sementara karena mendapat penolakan warga. Bahkan ada rumah perawat yang dipagari oleh warga agar anak perawat itu tidak keluar. Sangat miris melihat kondisi masyarakat kita.

Ketiga, Definisi khalayak. Yang dimaksud adalah bagaimana dan siapa publik yang akan menjadi objek atau sasaran pemerintah dalam perencaana. Perencanaan menargetkan 2 jenis publik, yaitu, (1) Publik Primer merujuk kepada masyarakat umum dan (2) Publik Sekunder merujuk kepada media atau pers.

Dalam menghadapi publik, pemerintah harus paham kondisi masyarakat dari berbagai kalangan mulai dari tingkat pendidikan hingga tingkat perekonomian masyarakat. Dalam memberikan informasi, pemerintah mesti menyesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat. Seperti yang kita ketahui awal pemerintah menetapkan social distancing sebagai langkah pencegahan penularan wabah Covid-19, banyak masyarakat dikalangan berpendidikan rendah tidak paham dengan hal tersebut. Buktinya masyarakat di desa dan pelosok masih banyak yang tetap berkumpul dengan tetangga mereka. Masih banyak yang melakukan hajatan dengan mengundang orang banyak. Artinya pemerintah tidak mengenal masyarakat dengan baik. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah mestinya bekerjasama dalam memberikan imbauan. Kreatif dalam memilih diksi kata dalam imbauan, misalnya menggunakan kata atau kalimat yang mudah dimengerti oleh semua kalangan ataukah bisa juga dengan menyesuaikan bahasa daerah masing-masing.

Terkait dengan perekonomian, pemerintah harus bekerjasama dengan semua kalangan sebelum mengambil kebijakan lockdown misalnya mesti melihat kondisi mata pencaharian sebagian besar masyarakat. Kita melihat banyak kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Kebijakan untuk melarang keluar rumah mengakibatkan beberapa masayarakat kita mengeluh tak mampu membeli makan karena mata pencahariannya sebagai buruh, tukang ojek, supir angkot, penjual di sekolah-sekolah dan lain sebagainya.

Penting bagi pemerintah untuk bekerjasama dengan media dalam informasi dan pemberitaan tentang Covid-19. Banyak informasi beredar yang sifatnya hanya hoax sehingga meresahkan masyarakat. Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak menegaskan kepada media untuk memberikan informasi yang akurat.

Pembagian tugas dalam penanganan Covid-19 perlu dipetakan dengan baik. Pemerintah pusat bertanggungjawab sejauh apa, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah pun juga demikian. Kebijakan apa yang bisa dilakukan sesuai dengan arahan pemerintah pusat.

Keempat, Media Planning. Pemilihan media sebagai alat pendukung yang sangat penting karena media bisa menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintah untuk menjangkau masyarakat yang tersebar luas diberbagai tempat. Melalui media massa, yaitu media cetak dan elektronik, selain mempunyai kredibilitas untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat yang jangkauannya lebih luas, juga memiliki keserempakan dalam penyampaian informasi maupun berita.

Dalam aspek ini tim komunikasi krisis pemerintah harus menyusun cara memberitahu masyarakat agar informasinya lebih terpercaya atau menghindari hoax. Tak bisa dipungkiri dengan adanya media sosial maka informasi mudah menyebar bahkan tanpa di-filter terlebih dahulu sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat. Dalam praktiknya pemerintah telah meluncurkan situs www.covid19.go.id sebagai saluran satu pintu. Namun agaknya situs tersebut tidak cukup mengingat tidak seluruh masyarakat mempunyai kecakapan digital yang sama. Oleh karenanya perlu hubungan media (media relations) yang baik agar tidak ada informasi yang dipelintir oleh media karena hanya akan menimbulkan respon panik di masyarakat.

Kelima, Anggaran. Pemerintah perlu memprediksi besarnya biaya yang akan dikeluarkan dalam penanganan wabah Covid-19 yang sudah diperkirakan dan terperinci secara sistematis. Tujuannya adalah agar perencanaan PR berjalan sebagaimana mestinya. Kementerian Keuangan telah memberikan wewenang untuk Kegiatan Refocussing dan Realokasi Anggaran Kementerian / Lembaga dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang terkandung dalam surat edaran Menteri Keuangan Nomor SE-6 / MK.02 / 2020 untuk tujuan mempercepat penanganan Covid-19. Pemerintah juga dapat menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) dan Anggaran Pengeluaran Daerah (BTT) untuk menangani status situasi khusus ini.

Keenam, Programming dan Planning. Memformulasikan rencana yang sistematis dan logis untuk memudahkan dalam pemantauan dan pengecekan dari tahapan yang telah dilaksanakan untuk memudahkan dalam mengevaluasi program yang telah terlaksana dan belum terlaksana. Pemerintah bisa dengan mudah memantau peta sebaran Covid-19 di seluruh provinsi hingga desa, kecukupan alat dan kebutuhan kesehatan, kondisi tenaga medis, kondisi ekonomi masyarakat dan jumlah anggaran yang telah tersalurkan dan yang masih dibutuhkan.

Ketujuh, Evaluasi. Berhubungan dengan tindakan evaluasi pelaksanaan protokol penanganan Covid-19. Banyak pertanyaan yang dapat dijadikan indikator dalam hal ini, seperti, seberapa luas capaian informasi risiko di masyarakat? Bagaimana dampak informasi tersebut? Bagaimana respon masyarakat? Adakah perubahan perilaku di masyarakat? Apakah masyarakat mengikuti kebijakan pemerintah? Apakah media menulis berita sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah? Dan lain sebagainya. Hal ini penting karena manajemen krisis adalah proses berkelanjutan dan jangka panjang.
Hasil Akhir Pertarungan Citra

Tolok ukur pencapaian citra positif pemerintah di mata masyarakat bisa dilihat dari lima hal yaitu citra, kepercayaan, realitas, manfaat dan keterikatan. Citra itu bersifat intangible atau abstrak namun wujudnya bisa dirasakan dari penilaian, penerimaan, kesadaran dan pengertian. Seperti tanda respect dan rasa hormat masyarakat terhadap pemerintah. Banyak kemudian hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, seperti yang terlihat dalam penangan Covid-19 ini beberapa pemerintah provinsi (pemprov) menyiapkan hotel khusus dan bus antar jemput untuk tenaga medis yang bertugas menangani pasien Covid-19, penggunaan wisma atlet, asrama haji dan balai diklat sebagai rumah sakit darurat Covid-19, membuat bilik disinfektan, serta melakukan tes massal Covid-19.

Transparansi dalam penaganan covid-19 dengan memonitor penyebaran Covid-19 melalui media masa, sehingga pemerintah bisa mengetahui peta penyebaran hingga ketingkat kelurahan atau desa. Salah satu pemprov pun memantau media untuk monitor rilis peta penyebaran Covid-19 sampai tingkat kelurahan. Jadi nantinya lurah atau kepala desa tahu bagaimana melakukan pencegahan dan antisipasi, termasuk warga yang berada di wilayah itu untuk melakukan tindakan preventif.

Pemprov juga menyiapkan dana untuk rumah sakit penanganan Covid-19, menyiapkan rekening bantuan bagi masyarakat yang ingin menyumbang di Rekening Gugus Tugas Covid-19, memberikan subsidi kepada masyarakat miskin dan rentan miskin yang terkena dampak Covid-19. Bahkan Pemda pun memproduksi sendiri alat pelindung Diri (APD). Sudah saatnya pemda berusaha untuk berinovasi dalam ranga penyebaran covid-19. Daerah bisa membantu secara kreatif dan inovatif. menggelontorkan menggelontorkan dana tak terduga Rp 15 milyar dan 54 miliar untuk belanja kebutuhan peralatan kesehatan seperti yang  dilakukan oleh pemprov yang memiliki tingkatan kasus yang tinggi itu sungguh luar biasa.

Tindak preventif dan kuratif yang dilakukan pemerintah tersebut diatas sebagai upaya untuk mendapatkan citra positif di mata masyarakat sehingga menimbulkan kepercayaan yakni kesan dan penilaian positif. Semakin besar jumlah masyarakat yang percaya terhadap pemerintahnya, niscaya citra postif itu akan terbentuk dengan sendirinya. Sehingga tercipta realitas bahwa semua upaya pemerintah tidak sia-sia di mata masyarakatnya. Semuanya perlu kerjasama yang saling menguntungkan. Pemerintah memberikan apa yang bisa dilakukan sebagai perwakilan rakyat dan sebagai masyarakat yang bisa dilakukan adalah mengikuti imbauan pemerintah untuk tetap di rumah dan menjaga jarak sehingga bisa menekan tingkat penyebaran Covid-19.

Proses perencanaan disini menjadi sangat penting, menurut Prof. Hafied Cangara, guru besar Komuniaksi Universitas Hasanuddin, gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan suatu program. Perencaaan diperlukan karena adanya keyakinan bahwa manusia tidak boleh menyerah pada keadaan. Yah pemerintah tidak boleh menyerah pada keadaan darurat ini. Dibutuhkan perencaan yang matang.

Di sisi lain ketika beberapa pemerintahan pada tingkat pusat, provinsi hingga daerah sibuk berjuang menangani Covid-19 dan mendapatkan citra positif masyarakat, tak jarang kemudian tanpa disadari ada langkah yang dilakukan oleh pemerintah yang merusak citra positif itu.

Seperti halnya yang kebijakan yang diambil salah satu pemprov dengan membuat publisitas bahwa wilayahnya aman dan siap dikunjungi wisatawan di tengah pandemi covid-19 dengan menggunakan pertimbangan bahwa sampai saat ini belum ada warga masyarakat atau wisatawan yang dinyatakan positif terpapar virus corona (nasional.tempo.co/). Pertimbangan seperti itu dianggap menyepelekan persoalan. Alih-alih melindungi hak atas kesehatan warga, kebijakan ini justru dapat meluaskan risiko tersebarnya covid-19 yang malah berpotensi membesarkan jumlah korban. Kebijakan yang cenderung abai terhadap keselamatan dan kesehatan warga sudah barang tentu tidak selaras dengan pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang mana setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin.. dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kebijakan tersebut dinilai cenderung mengejar laba dari pariwisata dan melalaikan hal yang paling fundamental yakni, keselamatan dan kesehatan warga.

Semestinya pemprov bisa belajar dari keteledoran Pemerintah Indonesia saat pertama Covid-19 ini muncul di China dan menyebar ke kawasan lain di negara tetangga. Pemerintah menganut premis yang sama sekali keliru. Bukannya mengantisipasi jikalau terjadi penyebaran, pemerintah melalui para pejabat dan elitnya condong menyepelekan dan menyiratkan orang Indonesia kebal terhadap virus ini. Hingga akhirnya pada 2 Maret 2020, Indonesia resmi mengakui merebaknya covid-19 dengan diumumkannya dua pasien pertama oleh Presiden Joko Widodo.

Tak hanya sampai pada persoalan di atas, masyarakat pun mempertanyakan upaya pemerintah yang tidak transparan dalam menyampaikan informasi kepada publik terkait penanganan Covid-19. Pemerintah terkesan menutup-nutupi informasi dengan alasan untuk menjaga situasi tetap kondusif. Sikap ketidakterbukaan pemerintah itu hanya menyulitkan masyarakat. Memang pemerintah mungkin maunya menjaga situasi agar kondusif. Tapi dengan tidak transparan justru membuat masyarakat 'kepo' dan tidak tenang. Padahal beberapa pejabat yakin bahwa publik mampu menerima informasi dengan bijaksana. Apalagi, jika pemerintah benar-benar mampu meyakinkan masyarakat bahwa usaha penanganan optimal terus dilakukan. Kesiapan pemerintah itu perlu ditunjukkan dan dikomunikasikan kepada masyarakat. Sebab, jika tidak, maka masyarakat akan bertanya-tanya dengan langkah-langkah yang sebenarnya dilakukan pemerintah.

Hal tak menyenangkan pun dialami oleh salah satu pemda, beberapa ODP (orang dalam pemantauan) yang sementara diisolasi pada salah satu Rumah Sakit Daerah mengamuk bahkan melempari petugas karena meminta dipulangkan ke rumahnya masing-masing dengan alasan tak ada yang mengurus keluarganya. Mungkin karena masyarakat belum paham atau memang tak peduli dengan penyebaran Covid-19 ini sehingga pemerintah daerah perlu melakukan pendekatan secara kultural, tradisional kepada masyarakat khususnya di daerah bahkan pedesaan. Dibutuhkan opinion leader seperti tokoh masyarakat atau tokoh agama yang bisa didengarkan oleh masyarakat.

Lihat pula yang terjadi di Istana Kepresidenan. Alih-alih menenangkan masyarakat, yang ada pejabat malah saling bantah komentar di media. Mengingat, dua kali terjadi miskomunikasi yang membuat pernyataan satu pejabat diralat oleh pejabat lainnya. Komunikasi yang dibangun  pejabat Istana Kepresidenan dalam menghadapi pandemi Covid-19 dinilai buruk dan tak profesional.
Wacana yang diperdebatkan yakni siaran pers oleh salah satu pejabat  pada tanggal 2 April 2020 adalah “Mudik Boleh, tetapi Berstatus Orang Dalam Pemantauan”. Presiden membolehkan mudik, namun wajib melakukan isolasi madiri selama 14 hari. Beberapa jam berselang, seorang pejabat tiba-tiba mengoreksi pernyataan tersebut via group Whatssapp yang beranggotakan wartawan, menteri dan pejabat istana. Dalam pernyataannya menyampaikan bahwa pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik. Tak lama berselang pejabat pertama pun memperbarui siarannya persnya “Pemerintah Imbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19”.

Kondisi tersebutlah yang membentuk citra negatif pemerintah di mata masyarakat. Pemerintah dinilai tidak mampu mengomunikasi dengan baik. Manajemen komunikasi di Istana belum berjalan dengan baik sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tak jarang mulai pesimis melihat kondisi saat ini. Inilah yang masih perlu dievaluasi dan dikelola secara profesional yang sfatnya urgent untuk segera diperbaiki mengingat ini adalah isu pandemi covid-19 yang terkait dengan keselamatan dan nasib orang banyak.

Perjuangan melawan Covid-19 adalah perjuangan bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Perjuangan ini tentu akan berat jika hanya diserahkan kepada pemerintah semata. Tentu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan agar penyebaran Covid-19 ini dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Sebagai masyarakat kita harus taat pada pemerintah, taat pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Toh imbauan sosial distancing/physical distancing  ini untuk  kemaslahatan bersama. Masyarakat mesti senantiasa berpikiran postif terhadap pemerintah. Kekurangan dalam mengomunikasikan bahaya pandemi kepada masyarakat, jangan lantas kita sebagai masyarakat melupakan upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan pemerintah. Jangan ngeyel dan keras kepala agar semuanya bisa segera berlalu.


Daftar Rujukan

Butterick, Keith. 2011. Pengantar Public Relatio: Teori dan Praktik. Terjemahan oleh Nurul Hasfi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Cutlip, scott M., et. Al. 2011. Effective Public Relation. Terjemahan oleh Tri Wibowo, B.S. Jakarta: Kencana.
Ruslan, Rosady. 1995. Praktik dan Solusi Public Relation. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar

Kantor