Page Nav

HIDE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Diskusi Online Sosiologi Agama, Mengulas Keberagamaan Masyarakat

FUAD IAIN Parepare - Program Studi Sosiologi Agama IAIN Parepare menyelenggarakan Diskusi Online dengan tema "Fenomena Keberagam...


FUAD IAIN Parepare- Program Studi Sosiologi Agama IAIN Parepare menyelenggarakan Diskusi Online dengan tema "Fenomena Keberagamaan Masyarakat di Tengah Pandemi. Kegiatan ini dilaksanakan melalui Google Meet, Senin (11/5) pukul 15.00 Wita.

Diskusi ini dilatarbelakangi adanya potensi-potensi pertikaian, fatwa dan kebijakan pemerintah semasa swakarantina alih-alih mampu mengelola ritual agama masyarakat, seringkali justru menjadi bagian dari masalah. Hal ini disebabkan oleh fatwa pada situasi pandemi tidak semua bisa diterima dengan lapang dada.

Mengkaji dan merefleksi kembali apa sesungguhnya penyebab timbulnya gesekan-gesekan keagamaan ini sangat penting sebagai langkah menyusun kembali fondasi persatuan dan kesatuan bangsa. Kajian atas fenomena keberagamaan ini untuk menemukan jalan tengah mutlak diperlukan demi mewujudkan harmoni sosial dan menjaga keselamatan jiwa bersama di masa pandemi ini. 

Kegiatan yang dilaksanakan menjelang buka puasa ini menghadirkan tiga pemateri dengan beberapa sub-sub tema pembahasan. H. Islamul Haq Lc., M.A membahas fatwa ulama dan egoisme beragama masyarakat, Dr. H. Muhiddin Bakri, Lc., M.Fil.I membahas tentang eksistensi wabah sebagai bala' di tengah keberagaman masyarakat, dan pemateri ketiga, Haramain, M.Sos.I menjelaskan tentang mengurai kesalahpahaman masyarakat di tengah pandemi. Ketiga pemateri dimoderatori oleh Mahyuddin,  M.A salah satu dosen Sosiologi Agama.

H. Islamul Haq memaparkan bahwa tidak sepatutnya Fatwa Ulama dikaitkan dengan efektivitas kepatuhan masyarakat mengikuti pemerintah untuk tinggal di rumah, kecuali dimasukkan di dalam aturan. Hingga saat ini ada empat fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia, diantaranya fatwa ibadah, fatwa jenazah, fatwa ibadah perawat, dan zakat untuk pandemi. "Fatwa harus merujuk ke pakar-pakarnya," ujar Islamul Haq yang juga Ketua Akreditasi IAIN Parepare. 

H. Islamul Haq membagi tanggapan masyarakat terkait fatwa MUI dengan klaster. Pertama,  klaster teologis yang menolak fatwa MUI karena  ada ruang menganggap tidak ada ikhtiar manusia. Klaster ini bisa menghambat pemerintah mengatasi pandemi. Kedua, klaster yang merasa dapat menjaga diri dengan baik, 'lebih pintar' atas dasar persepsi mereka sendiri. Ketiga, klaster  gagal move on, kategori ini termasuk orang tua yang tidak bisa move on, kebiasaan masjid sudah mendarah daging, susah ditinggalkan. Namun, setelah  beberapa hari akhirnya bisa mengikuti pemerintah. Keempat, klaster orang yang ingin menyamakan hukum pasar dan hukum masjid. Pasar darurat tidak ada penggantinya, shalat Jumat bisa diganti shalat dhuhur. Kelima, klaster ambyar, orang yang konsentrasi dakwah keluar, ketika ada perintah di rumah menghilangkan dakwah khuruj. Terakhir, klaster illat' hukum sesuai adanya illat', ada potensi penyebaran Covid, jika tidak ada potensi penyebaran Covid shalat tarwih tetap shalat jamaah di masjid.

"Fatwa mengalami perubahan sesuai dengan kondisi masyarakat. Bala' ujian kebaikan atau keburukan. Wabah diberikan kepada manusia sesuai keyakinan mereka, wabah pada zaman nabi, tentu berbeda dengan kita," tutur Dr.  H. Muhiddin Bakri.

"Kondisi saat ini sebagian masyarakat kita mengalami kesalehan semu. Adanya Pandemi ini menyadarkan posisi "human and humanity" kita. Bagaimana kita sebagai manusia tapi tidak memiliki kemanusiaan. Misalnya, membangun masjid megah tapi ada orang yang kelaparan di sekitarnya," jelas Haramain, M.Sos.I.

"Anjuran pemerintah untuk tidak beribadah di masjid, diterima masyarakat  sebagai larangan untuk beribadah padahal esensi dari larangan itu adalah dilarang berkumpul. Sehingga, perlu pendekatan persuasif kepada tokoh-tokoh agama agar pesan ini sampai kepada masyarakat," tambahnya.

Kegiatan ini berlangsung selama 2 jam lebih dengan pembahasan yang sangat menarik. Diskusi ini diikuti oleh 66 peserta yang terdiri dari dosen dan mahasiswa.(mif)

Tidak ada komentar

Kantor