Page Nav

HIDE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Opini: Romantisme dan Jarak Sosial

Penulis: Mifda Hilmiyah, M.I.Kom (Dosen Jurnalistik Islam) Mulia indah cantik berseri Kulit putih bersih merah dipipimu Dia ais...


Penulis: Mifda Hilmiyah, M.I.Kom (Dosen Jurnalistik Islam)

Mulia indah cantik berseri
Kulit putih bersih merah dipipimu
Dia aisyah putri abu bakar
Istri Rasullallah
Sungguh sweet nabi mencintamu
Hingga nabi minum di bekas bibirmu
Bila dia marah, nabi kan bermanja
Mencubit hidungnya

Potongan lirik lagu Aisyah ini menjadi trending topik di Youtube, lagu religi yang dinyanyikan oleh The Projector dan Muallimah berhasil menjadi trending 1 di Youtube setelah dicover oleh Nisa Sabyan dengan 10 juta viewer dalam empat hari. Kisah romantisme rasullullah dinyanyikan dengan sangat indah di lagu ini. Salah satu kisah dalam lagu ini menceritakan bahwa Rasulullah meminum bekas Aisyah. Kisah ini di riwayatkan ahmad:
إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليؤتى بالإناء فأشرب منه وأنا حائض ثم يأخذه فيضع فاه على موضع في وان كنت لآخذ العرق فآكل منه ثم يأخذه فيضع فاه على موضع في

Artinya, “Terkadang Rasulullah SAW disuguhkan sebuah wadah (air) kepadanya, kemudian aku minum dari wadah itu sedangkan aku dalam keadaan haid. Lantas Rasulullah SAW mengambil wadah tersebut dan meletakkan mulutnya di bekas tempat minumku. Terkadang aku mengambil tulang (yang ada sedikit dagingnya) kemudian memakan bagian darinya, lantas Rasulullah SAW mengambilnya dan meletakkan mulutnya di bekas mulutku.” (HR Ahmad [nomor 24373]

Keromantisan yang dilakukan nabi pada hadis tersebut nyata adanya. Pasangan suami istri yang menjadi teladan bagi Ummat Islam. Bagi keluarga muslim, kebiasan-kebiasaan Rasulullah ini menjadi teladan dalam kehidupan berumahtangga. Setiap keluarga muslim, Rasulullah menjadi panutan dalam setiap tutur kata maupun perbuatan sang baginda. Namun, saat keadaan berubah, terlebih di tengah pandemi virus corona masihkah keluarga muslim masih mengikuti sunnah Rasulullah?

Bersalaman saja sudah tidak diperbolehkan, apalagi memegang hidung orang lain, lagian ngapain pegang hidung orang lain. Namun, bagi  keluarga yang dapat bekerja dari rumah hal ini masih sah-sah saja dilakukan, sebab anggota keluarga menjamin aktivitas di dalam rumah tidak akan terpapar virus corona. Untuk keluarga-keluarga mapan yang menerapkan work from home. Istilah elitis yang mungkin dipahami oleh orang-orang yang menghabiskan waktu 3-4 jam berinternet menggunakan waktu produktif untuk “gem online” eh, work from home. Berinteraksi secara dekat dengan keluarga menjadi hal yang mungkin terjadi dan menjadi momen kedekatan yang sangat jarang terjadi.

Kebahagiaan hakiki WFH memang untuk kelas menengah ke atas. Ini contoh saja, dari status dan story di media sosal beragam aktivitas yang dilakukan orang-orang dalam mengisi WFH ini, ada yang kumpul bersama keluarga, olahraga, atau mencoba aplikasi baru yang sementara tren. Lihat saja instagram Nia Ramadani, selama kebijakan WFH ini feednya berisi tik-tokan, konon kabarnya sampai menyewa dancer profesional untuk bertik-tokan bersama-sama. Tanpa beban kan?

WFH, saya sebut saja bekerja dari rumah agar kesannya lebih familiar. Bekerja dari rumah ini, di satu sisi menguntungkan sebagian orang. Terutama, bagi keluarga yang dapat tinggal di rumah secara bersama-sama. Selama ini, orang tua yang sama-sama bekerja sulit menemukan waktu bersama dengan pasangan atau bahkan anak. Hubungan yang terikat biologis, namun miskin makna emosional membuat hubungan romantisme keluarga seperti tanpa makna. Raga dipaksa bekerja dan mengabaikan sisi humanisme. Sisi romantisme dalam keluarga dapat kembali diciptakan dengan waktu bersama yang lebih banyak. Yang penting di rumah jangan main hp 24 jam.

Sebagai makhluk bertubuh, setiap orang menginginkan  kedekatan fisik. Namun, di tengah masyarakat industri yang menuntut seseorang untuk kerja, kerja dan kerja, kontak fisik adalah hal yang bukan menjadi tujuan utama. Romantisme pada masyarakat industri adalah konsekuensi  dari alienasi bekerja. Romantisme dianggap ‘liyan’ dari kehidupan bekerja. Di negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan fenomena anak muda yang tidak ingin menikah dan membangun relasi dengan pasangan meningkat pesat. Fenomena meningkat drastis di tahun 2010, dan di tahun  2015, SCMP melaporkan berdasarkan survei Institut untuk Kesehatan dan Sosial Korea, 90 persen laki-laki dan 77 persen perempuan usia 25-29 tahun masih berstatus lajang. Populasi usia 30-34 tahun yang belum menikah sebanyak 56 persen, dan yang berumur 40-45 tahun sebesar 33 persen. Relasi yang terikat menjadi momok bagi generasi muda yang baru saja membangun karier di tengah mahalnya biaya pernikahan. Di Indonesia, termasuk pada kota-kota besar, untuk keluarga yang bekerja waktu luang hanya ada pada akhir minggu, jika tidak ditambah lembur di kantor. Pulang ke rumah pun, masih membawa pekerjaan kantor ke rumah. Sungguh ironi.

Tidak semua hubungan terletak pada titik ekstream, bahkan hubungan kita terletak pada suatu titik di antara kutub tersebut. Menarik diri (depenetrate) dapat menimbulkan disolusi hubungan. Interaksi dapat dilihat pada keluasan (breadth) merujuk pada topik yang disiskusikan, waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama lain, dan kedalaman merujuk pada tingkat keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik. Jika Anda bersama pasangan saat ini, namun suara Anda didengar hingga tetangga rumah kelima, berarti Anda perlu memikirkan apakah Anda masih bisa bertahan?

Menciptakan romantisme bersama pasangan yang masih bekerja di luar rumah seperti lagu yang trending itu, semakin sulit Anda buktikan. Terlebih proses penularan virus ini melalui hidung, mulut dan mata. Bagaimana mungkin minum dari bekas minum orang lain, mencubit hidung pasangan, alih-alih disebut romantis mungkin Anda akan berujung ke IGD karena virus corona. Pemerintah pun telah memberikan imbauan agar menjaga jarak satu hingga dua meter dengan orang lain. Apakah termasuk kepada pasangan? Bisa jadi, jika ia masih bekerja di luar rumah. Sebab, tidak ada jaminan seseorang tidak terpapar virus, meskipun tanpa gejala apapun.

Taylor dan Altman dalam Turner (2008) mengemukakan bahwa hubungan dapat dikonspetualisasikan dalam bentuk penghargaan dan pengorbanan. Penghargaan adalah segala bentuk peristiwa hubungan atau perilaku yang mendorong kepuasan, kesenangan dan kebahagiaan dalam pasangan, sedangkan pengorbanan adalah peristiwa  hubungan atau perilaku  yang mendorong perasaan negatif. Secara sederhana, jika sebuah hubungan menyediakan lebih banyak penghargaan daripada pengorbanan, maka individu cenderung bertahan dalam hubungan mereka. Bagi pasangan yang masih bekerja di luar bisa jadi menimbulkan prasangka negatif bagi keluarga karena adanya kecurigaan terpapar virus ketika berada di luar rumah atau bisa jadi keluarga abai terhadap kondisi tersebut dan memperoleh penghargaan dari keluarga setelah mendapat nafkah.

Menurut Monge dan Contractor dalam Turner (2008) secara umum orang akan menghitung  hubungan dengan mengurangkan pengorbanannya dari penghargaan yang diterima. Individu akan bertahan dalam suatu hubungan selama hubungan tersebut cukup memuaskan dalam hal penghargaan dan pengorbanan. Romantisme diartikan perasaan  indah dan penuh oleh kata-kata yang memabukkan perasaan. Namun, kondisi saat ini sangat jarang sekali kita lihat postingan-postingan yang mengungkapkan cinta dari seorang pasangan ke pasangan lainnya. Mayoritas individu-individu memposting informasi di media sosial mengirimkan pesan-pesan ketakutan secara tersembunyi  ataupun terang-terangan. Informasi pandemi Covid-19 ini menyusup masuk ke dalam ruang-ruang pribadi yang harusnya bebas intervensi. Ketakuatan yang akhirnya menjadi tidak logis.

Apakah romantisme secara otomatis timbul jika bersama? Tidak juga. Terkadang kita meninggalkan hubungan yang memuaskan dan tetap tinggal di dalam hubungan yang tidak memuaskan. Adanya perubahan tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Misalnya, saat Anda mengerjakan tugas kantor dan pasangan Anda menyuruh angkat jemuran. Setelah pandemi virus ini berlalu, kita lihat angka perceraian bertambah, berkurang atau konstan?

Contoh lain, tidak sedikit ibu-ibu yang mengeluh semenjak anaknya tidak berangkat ke sekolah. Ibu-ibu ini selain melayani suami yang WFH, juga harus ikut mengerjakan tugas anaknya yang menurutnya harusnya dikerjakan oleh ilmuwan. Lebih susah daripada  memikirkan resep masakan apa yang akan dibuat selama ‘liburan’ ini. Bagi kaum mapan, kebutuhan pangan ini menjadi prioritas utama untuk menjamin 4 sehat 5 sempurna keluarga. Tetangga makan apa, bodo’ amat. Serba salah juga, membagi makanan ke tetangga juga rawan kecurigaan, bisa saja tetangga kita menganggap makanan kita dihinggapi virus, anggap saja memberinya es buah serut alpokat, kan tidak mungkin dicuci.

Bagaimana dengan yang orang yang masih kerja di luar rumah? Memikirkan besok makan apa di tengah ‘takutnya’ orang keluar rumah lebih penting dari pada besok download film apa. Ya iyalah. Boro-boro memikirkan apakah uang dua ribu ini bisa menyebarkan virus corona atau tidak, memegang duitnya pun tukang parkir pun sudah senang. Apakah dia cuci tangan setelah itu atau tidak, yang pasti bisa membeli makan untuk keluarganya.

Ada percakapan menarik dalam film Parasite antara Kevin dan ayahnya (Kim Ki-taek). Film Parasite yang memenangkan Oscar 2020. Saat Kevin menanyakan rencana ayahnya keluar dari masalah, dia jawab: “Tahukah kau apa rencana yang paling bagus? Rencana yang paling bagus dan tidak akan gagal adalah tidak punya rencana. Karena jika kau punya rencana, hidup tidak akan berjalan sesuai rencanamu. Lihatlah sekeliling kita? Apakah para korban banjir ini berencana tidur di gedung ini malam ini? Orang tanpa rencana tidak akan pernah gagal. Jika hidup berjalan di luar kendali, tidak masalah.”

Sama halnya dengan tukang parkir yang saya temui, di depan toko berwarna biru itu, mungkin tidak pernah memikirkan risiko adanya virus yang bisa saja tertular padanya lewat uang yang menghidupkannya. Pikiran itu hanya ada pada orang-orang yang membuka whatshApp lima kali sehari melebihi minum obat. Begitu pula dengan kondisi saat ini, agar tidak merasakan kebosanan dalam aktivitas di dalam rumah lebih baik tanpa rencana, lakukanlah aktivitas yang seharusnya Anda kerjakan tanpa ekpektasi tinggi seraya berdoa pandemi ini akan segera berlalu.

Film Parasite yang bercerita tentang keluarga yang tinggal di basement (orang Korea Selatan menyebutnya banjha) dan akhirnya mengambil alih keluarga Park (Lee Sun Gyun) dan istrinya Yeon Gyo (Cho Yeo Jeong). Keluarga Park yang kaya raya membutuhkan orang-orang yang akan melayaninya dari buka mata hingga tertutup lagi. Sutradara film ini, Bong Joon Ho bahkan mengatakan keluarga kaya raya juga parasit dalam pekerjaan, bahkan mereka tidak bisa mencuci piring, menjadi lintah dari keluarga miskin, juga  tidak bisa menyetir. Tidak mengherankan pada masa pandemi virus corona ini jalan-jalan protokol yang biasanya dipenuhi oleh mobil-mobil pribadi dan saat ada kebijakan bekerja dari rumah, kini lengang.

Keluarga Kim Ki-taek termasuk keluarga miskin namun, bahagia. Romantisme keluarga bahagia ditunjukkan dengan dukungan satu sama lain dalam anggota keluarga. Di awal scene diperkenalkan Kevin mencari internet dari wifi tetangga.  Ibunya mendukung dan menyarankan mencari wifi di tempat yang tinggi. Saat mereka mulai membungkus dan meniru kiat dan trik membungkus cepat, petugas kebersihan mengasapi daerah sekitar. Kim Ki-taek yang masih menyimpan dendam terhadap kecoa yang masuk dalam bungkusan roti sarapan paginya terlihat senang, sementara seluruh anggota keluarga lain terbatuk-batuk akibat terpaksa menghirup asap tebal beracun yang memenuhi ruangan.

Bagi keluarga miskin foging maupun penyemprotan disinfektan cara mudah dan massal membasmi makhluk-makhluk yang menjadi pengganggu manusia. Orang kaya tentu punya cara jika agar terhindar dari virus-virus yang menjangkiti manusia. Bisa saja memanfaatkan asisten rumah tangga untuk membersihkan debu hingga di sudut partisi, yang sebenarnya belum tentu ada. Saya teringat tayangan vlog dari artis ternama yang suaminya menegur asisten rumah tangga karena adanya sehelai rambut di lantai toiletnya. Betapa hiegenies. Yang pasti, dia mampu membeli shampoo beserta perusahaannya, agar tidak ada sehelai rambut di lantai rumahnya. Bahkan, pesohor yang lain mencegah virus tidak mewabah dalam keluarganya mengundang tim medis untuk melakukan tes virus corona di rumahnya. Bukan karena mengikuti anjuran pemerintah, tapi karena, mereka mampu maka mereka melakukannya.

Bukan hanya orang yang bekerja dari rumah, tapi banyak masyarakat yang terpaksa ‘dirumahkan’ ada yang dipecat atau tempat mencari nafkah ditutup pemerintah. Tidak sedikit pasar yang ditutup karena menjadi sumber kerumunan masyarakat. Namun, setelah pasar ditutup, kecuali pedagang yang menjual bahan pangan, para pedagang tidak lagi memiliki penghasilan. Nah, disinilah kepentingan saling bertentangan yang menjadi refleksi dari perbedaan dalam distribusi kekuasaan antar kelompok yang mendominasi dan terdominasi. Sehingga bisa jadi, masyarakat menengah ke bawah mati kelaparan sebelum virus itu menyentuhnya.

Luc Ferry dalam Tong menolak gagasan bahwa untuk mengendalikan populasi manusia harus dilakukan secara suka rela, pemerintah harus memaksa kita melakukan itu, sehingga makhluk selain manusia dapat mempunyai makanan dan ruang yang cukup. Untuk mendapat populasi yang ideal, pemerintah berdiam diri dan tidak berusaha menghentikan situasi “kematian massal manusia” yang disebabkan oleh penyakit. Apakah kita akan ditangani seperti kelompok kijang yang mengalami overpopulasi? Di sisi lain kehidupan berjarak ini memberikan dampak positif bagi kelangsungan lama. Seperti diberitakan, bahwa Claus Zehner, manajer misi Badan Antariksa Eropa ( ESA) Copernicus Sentinel-5P. penurunan nitrogen dioksida, yakni emisi gas buang dari kendaraan bermotor dan asap industri di Eropa turun secara drastis, begitu pula pada negara-negara yang terdampak virus corona.

Di masa berjarak ini, pada akhirnya manusia seharusnya hidup subsistensi. Hidup subsistensi hanya menghasilkan sesuai keperluan untuk memenuhi kebutuhan fundamental manusia dan menolak dorongan untuk menghasilkan komoditas dan uang dalam jumlah yang banyak. Adanya pandemi ini salah satunya menghentikan keinginan manusia yang tidak pernah berakhir dan tidak terpuaskan. Manusia harus menggabungkan ilmu pengetahuan teknologi, pengetahuan kontemporer dengan kearifan bahkan alam yang berujung pada perubahan ekonomi, teknologi dan ideologi atau bahkan menghapus kata romantisme dalam kamus sejarah manusia.
                       




1 komentar

  1. Romantisme yangterjalin selama ini, tiba-tiba terhalang oleh corona

    BalasHapus

Kantor